Wednesday 23 September 2015

Menghidupkan Kembali Kesaktian Mehasiswa

By: Homsil Adadi EF:  
Dalam acara  Pengkaderan  Anggota Baru (PAB)
 2013



Mahasiswa sering di sebut dengan manusia setengah dewa. Kecerdasan dan idealisme laksana bara yang berkobar-kobar dan menyala-nyala. Dan jikalau hal tersebut telah berkobar-kobar dan menyala-nyala pula di dalam dadanya seseorang manusia, manusia yang demikian itu menjadi manusia sebagaimana yang dikatakan saudara Hamka, tidak takut akan mati. Kecerdasan dan idealisme  senantiasa menciptakan kekuatan luar biasa yang membuatnya   aktif bergerak  dan karena hal itu pula mahasiswa di posisikan satu tingkat di atas gembel dan satu tingkat di bawah presiden. Dalam hal ini kita kita pahami bahwa tidak ada ruang yang tidak bisa di masuki oleh mahasiswa dan karena eksistensinya tersebut mahasiswa sangatlah di takuti terutama oleh pemangku kekuasaan.

Kilas Balik Sejarah Mahasiswa
         Popularitas sebagai otoritas dan qualitas hanya sebatas mengisi ruang kelas. Hal ini yang sering kita temui dan sekaligus membedakan mana mahasiswa  secara predikat  dan mana mahasiswa yang hakekat. Padahal ketika kita kilas balik, sejarah mencatat peran mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, menempatkan mahasiswa sebagai basis intelektual menuju masa depan yang cerah. Peran mahasiswa yang realistis dalam berbangsa dan bernegara telah terukir dalam sejarah Indonesia yang telah mewujudkan  Perubahan di segala bidang. Dan bahkan mahasiswa selalu menolak segala bentuk kesewenang-wenangan seperti pada Tahun 1966, mahasiswa dengan jiwa mudanya mampu menggulingkan Soekarno (Orde Lama) Otoritarianisme negara berupa pengangkatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup dapat ditolak. Berlanjut pada tahun 1998 dengan pergerakan yang sistematis dan teroganizir mahasiswa bersama Tokoh-Tokoh masyarakat mampu menggulingkan rezim Soeharto (1998) yang akhirnya mengundurkan diri sebagai dari kursi kepresidenan.
Peran mahasiswa seringkali dilemahkan oleh sistem yang terjadi di kampus, seperti adanya aturan kampus yang seolah mampu menghipnotis gerakan mahasiswa menjadi lamban dan serba pragmatis, bahkan pragmatisme tersebut kemudian seakan menjadi solusi yang mulai terlembagakan. Mahasiswa sudah tidak lagi mampu mengkritisi terhadap persoalan-persoalan kampus. Mahasiswa  senantiasa hanya di jadikan sapi perah , yang membuatnya harus mengamini terhadap setiap kebijakan yang di buat kampus yang seringkali terasa menyakitkan di setiap sanubari mahasiswa. Sehingga kampus yang kita tahu sebagai tempat lahirnya para intelektual muda yang hebat, kini hanya mampu melahirkan manusia-manusia cengeng yang selalu mengambil tempat paling belakang dalam setiap momen

Pelacuran Idealisme
Maka jangan sampai dalam diri mahasiswa tertanam penyakit yang di sebut “pelacuran idealisme” dan otak udang sehingga selalu takut untuk bertindak serta abai terhadap telaah kejadian yang saat ini sedang terjadi. Mahasiswa yang seperti ini sudah bisa di pastikan akan selalu berada dalam penindasan, seperti pembunuhan karakter dan penjajahan intelektual. Yang kemudian keadaan ini membagi mahasiswa menjadi tiga kelompok, pertama mahasiswa yang tidak bisa di ajak susah, kedua mahasiswa yang ingin semuanya serba instan, dan ketiga mahasiswa selalu bersifat penunggu.  Kondisi ini kemudian di perparah dengan sederet catatan kelam seperti anarkisme, menggunakan narkoba, sering bolos kuliah, hidupnya tidak teratur, dan hal-hal lainnya.
Mahasiswa seharusnya jangan melupakan kewajiban yang berada di balik namanaya yang agung. Sebagai seorang yang bergelar maha kita tidak sepatutnya mengalami kelumpuhan sebuah eksistensi diri. Marilkah kita tinggalkan pelacuran idealisme dan tunjukkan kualitas emosianal dan intelektual yang kita miliki pada dunia sehingga semua tahu kalau anda layak untuk di perhitungkan. Mari kita kembali  sebagai penentu perubahan, sebagaimana sebuah   Universitas Harvard yang Nomor wahid di dunia mengungkapkan bahwa 85% yang menentukan kesuksesan, ketapatan keputusan, promosi jabatan dan lain-lain ditentukan oleh sikap-sikap seseorang. Hanya 15% yang ditentukan oleh keahlian atau komptensi tehnis yang dimilikinya, yang justru mempengaruhi 85% keberhasilan kita. Terlepas dari semua itu Mahasiswa sebagai mata air yang mengaplikasikan paradigma kampus sebagai center of excellence (Pusat Keunggulan), sehingga tanggung jawab mahasiswa di tengah masyarakat selalu dipertanyakan. Sebagai mata air yang mengaliri sungai dengan basis intelektualnya, mahasiswa harus siap ketika dihadapkan dengan dinamika masyarakat, tak ubahnya sebuah negara mahasiswa pun sebagai student governance (Pemerintahan Mahasiswa) dengan organisasi baik internal maupun external mahasiswa harus mampu beridiri diatas kaki sendiri. Intinya marilah kita menjadi seorang mahasiswa yang aktif serta berprestasi dan Berbudi Pekerti

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com